Baca: Love At Spring (1)
Surat Tanda Maaf
Hari ini hari Minggu. Pagi yang cerah, sinar matahari mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur. Suara ayam berpadu dengan suara burung, menjadi suara yang khas, dan suaranya yang merdu. Alya terbangun dari tidur lelapnya, menaikkan tangannya ke atas untuk menghilangkan keramnya sehabis tidur. Lalu, ia menguap #Huaaammmh... Bangkit dari kasurnya, dan segera mandi. Ia teringat sesuatu, bahwa dia memarahi kekasihnya. Dan ia masih merenung dengan hal itu. Tapi, dia tak bisa memberi kabar kepadanya, ia masih takut. kenapa aku memarahi dia! Itukan salah dia! Jadi, nggak masalah buatku! Aaarrhh, lupakan tentang dia...
Ia keluar dari rumahnya, melihat suasana pagi ini yang sejuk, membuat hati dia merasa nyaman. Sesekali ia melihat kotak surat, siapa tahu ada surat.
Ia terkejut, setelah mengambil dan melihat surat itu, yang terdapat pada lem-man amplop itu ada bentuk Love. Apakah ini surat Cinta? Menyatakan perasaannya kepadaku dengan malu-malu melewati mulut? Hmmm... Jangan-jangan ini dari Kiki? Ya sudah, aku terima dan buka aja.
Ku buka amplop itu, berisi kertas tulis, dan dilipat menjadi dua, dan kubuka. Lalu, kubaca dengan cermat, dan teliti. Ternyata benar, ini surat dari Kiki.
“Dear Alya, aku mencintaimu, dengan seluruh perasaanku ini. Aku benar-benar mencintaimu lebih dari itu. Dan sekarang aku ingin berubah, berubah dengan total. Memang, sekarang ini aku sedang sibuk dengan dunia, dan bagaimana dengan kesibukan akhirat nanti? Aku takut akan Neraka, dengan api yang panas membara yang siap menyantap orang yang jatuh kepadanya. Surat ini pertanda aku ingin memaafkan diriku sendiri, yang selama ini melupakan kamu, karena kesibukan dunia.Sebenarnya aku mencintaimu dan menyukaimu. Tapi, malah aku melupakanmu, aku bersalah, menyesali perbuatanku sekarang, yang selama ini aku enggan mengirimkan kabar lewat SMS, Menelepon, dll. Dan kesempatanku adalah lewat surat ini saja, agar kau bisa menerima pernyataanku ini, daripada melewati SMS dan telepon, pasti kau tidak akan menerimanya.”
“Yang dulunya kita selalu bergandengan tangan dan berhadapan kontak dengan mimik ceria, akan tanda sayang. Seperti tali yang selalu terikat kuat antara kita berdua, itu tanda akan kasih sayang antar kita berdua, yang artinya selalu bersama, tak akan pernah putus. Tali itu kuat, entah nama tali itu apa namanya. Sekarang, kita berjauh, berjauh dengan amarah, kesedihan, kepedihan, keperihan, kesakitan, dan penyesalan yang kita berdua alami sekarang ini. Sekitika tali itu putus, entah yang memutuskan itu siapa, bagi aku, yang memutuskan tali itu adalah kita dengan amarah, dan yang lainnya seperti yang ku sebutkan di atas. Tapi, bagaimana kita harus menyatukan, mengikat tali itu kembali seperti semula, yang sekarang putus itu?”
“Dan cinta, berbentuk hati atau Love, itu tanda arti cinta, cinta adalah Love. Warna pink kesukaanmu itu adalah lambang arti cinta, sesuai dengan warna bentuk Love itu. Love itu akan tetap menyatu, jika kita saling mengerti perbedaan antara kita. Dan jika Love itu terbelah menjadi dua, dengan retak berhadapan, hubungan antara kita tidak berjalan dengan baik dan masih belum mengerti perasaan masing-masing, dan perasaan kita belum menjadi satu. Jadi, pilihan kita adalah Love terbelah dua itu. Bagaimana kita harus menyatukannya? Ayo! Alya, kita harus menyatukannya dengan mengerti perasaan kita masing-masing dan perasaan itu harus menjadi satu!”
“Bagaimana, Alya? Maukah kau memaafkanku? Maafkan aku, selama ini aku menghiraukanmu, bukannya aku tidak sayang sama kamu, tapi aku sayang sama kamu. Sekali lagi, maukah kau memaafkanku?”
I Love you so much! Baby
I Miss you so much! Baby
I Need you so much! Baby
Aku ingin jawaban darimu, dengan secepatnya! ^_^
Kekasihmu,
Haryanto, Kiki
Selesai membaca. Tiba-tiba aku tersipu, setelah selesai melihat surat dari
Kiki, kekasihku. Ia menangis sedikit-demi-sedikit mengalir mengeluarkan air
mata, menangis sambil bahagia, ternyata kekasihnya tetap tegar, walaupun aku
tampar dia sekeras-kearasnya tanpa belas kasih.
Aku berlari dengan cepat, langsung masuk ke rumahku
secepatnya, masuk ke kamar, dan mengambil kertas selembar yang tergeletak di
meja, serta pulpen yang terselip di bukuku, dan tak lupa amplop dari lemariku.
Yang pastinya aku tulis dengan perasaan bahagia. Bahagia yang dapat menular
virus ini kepadanya. Virus yang berdampak baik baginya. Aku dapat merasakan
kebahagiannya dengan surat ini sebelum aku mengirimnya.
Surat yang aku buat sudah selesai. Ku masukkan kertas
tulis selembar itu ke dalam amplop, tak lupa dengan menulis pengirim dan
penerimanaya, agar diketahui. Kertas itu kulipat menjadi dua terlebih dahulu,
dan ku masukkan lagi ke dalam tas kecilku. Habis itu, aku secepatnya mengirim
surat dari aku ini ke dia dengan secepatnya, ku berlari dan menduduki kursi
motor, ku nyalakan mesinnya, tak lupa aku berdandan dulu agar terlihat rapi.
Dan ku tancapkan gas, melaju seperti kilat tak terlihat...
Sampailah di rumahnya, ku lihat rumahnya sambil
menganga... Ku lihat belantara rumput-rumput, semak-semak, serta tumbuhan yang
dibentuk menjadi bulat habis dipotong memakai gunting yang khusus untuk
memotong rumput, rumah yang mewah, dengan air mancur yang indah, dan tak kalah
menakjubkannya dengan rumahku. Dengan batu-batuan besar yang menempel kuat
bersama semen itu, air mancur yang terngiang di telinga, ikan-ikan koi yang
cukup banyak. Membuat suasana disitu menjadi sejuk, membuat hati tenang, dan
seperti di pagi hari saja.
“Ups!... Aku sempat bengong, gara-gara melihat pemandangan rumah Kiki” Aku
menutup mulutku dengan tangan kiriku dengan setiap jari tegak lurus. Aku
membuka tas kecilku, ku ambil amplop yang ku tulis tadi, dan memasukkannya ke
dalam kotak pos yang berada di samping kiri pagarnya yang cukup besar. Lalu, ku
berharap, dia akan membaca surat tanda terima kasih dan permintaan maaf juga
kepadanya, agar kita berbaikan, dan hati kita harus menyatu menjadi satu,
dengan perasaan yang sama. Saling senyum memandang mata kita, mengirimkan
suasana hangat ke dalam hati, jiwa, pikiran, dan perasaan.
Bersambung ...
0 Komentar:
Posting Komentar