Terbayang dalam pikiran, sudah berapa lama aku disini? Tiap-tiap kalimat itu membuatku ingin tahu dari hasil jawabanmu. Reaksi seperti ini aku sudah biasa, aku hanya bisa terdiam bisu membayangkan kau akan datang ke tepian dasar hatiku. Aku tidak membawa jam, yang ku bisa hanya menghitung tiap detik-detiknya awan berkelana jauh meutari langit biru. Masih bingung, aku malas memikirkannya, yang terpenting sekarang kapan kau akan datang menyapaku di sudut kursi taman yang kita duduki bersama pada masa muda yang indah itu (SMA). Apa kau lupa, saat itu kau dan aku terdiam seperti batu, entah kenapa kau tak mau membuka topik pertama. Tidak sadar pipimu memerah, entah mengapa pipiku juga begitu, ada gerangan apa yang barusan terjadi? Jantungmu berdetak keras pastinya, begitu pun juga aku meskipun hati ini tak berbicara dan menyampaikan rasa cinta kepadamu. Inikah arti 'Cinta' Begitu, aku sudah tahu sekarang. Bagaimana denganmu?
Angan terus menyusup ke dalam pikiran, entah kenapa mereka selalu datang terus kepadaku. Aku tahu, ini berbahaya jika sering.
Aku membayangkan kau berada disampingku. Saling menaruh muka dan berpelukan tangan. Tersipu rasanya, walau wajah kita tak saling berkontak. Di sini, sekarang, aku harus segera mencurahkan isi hatiku padamu, yang berbulan-bulan ini telah bersemanyam di hatiku. Sel tebal sekeras baja telah lama mengurungi kata-kata cinta untukmu. Aku menahannya, melampiaskan nafsu. Sekarang, rintik hujan mulai turun, berdua bersamanya tanpamu. Bersama dalam hati, lalu pudar terbawa arus, menjadikan warna kelembutan itu usang, membasahiku disetiap resapan kain lembut yang baru kubeli kemarin menantikanmu disini, kuharap kau menyukainya. Mungkin ini bagiku spesial, seperti baru saja kita memutuskan untuk jadian dihari seri. Menatap burung di angkasa mulai basah bulunya yang mulus, dan berlari bersama jauh dari area basah penuh dengan genangan air saat ini. Aku ingin pergi seperti mereka, agar baju ini tidak bertambah lembab. Tapi tidak, aku akan berada disini selalu. Ini adalah janjimu padaku, aku harus menepatinya. Uangku sudah berada di dalam genggaman ini dan siap memberikannya kepadamu. Uang dari hasil janji kita ini belum tersampaikan. Ya, janji seperti hutang yang harus dibayar.
Berlama-lama menunggumu. Aku tidak seperti orang yang lainnya, berpikir dalam-dalam dan memikirkan firasat buruk untukmu. Misalnya, saat kau berangkat ke tangga hatiku di dalam perjalanan tiap anak tangga yang kau tapaki, lalu tergelincir dan jatuh mengulang lagi dari awal. Awal yang tidak bisa kau ulangi lagi, seperti takdir yang berjalan. Kau kecelakaan. Tidak bagiku, aku tetap bersikeras untuk tidak berpikir aneh-aneh. Karena, percayalah Tuhan akan memberikan yang terbaik disaat masalah menghadang.
Berlama-lama menunggumu. Akankah kau tak sudi melihat hamparan bunga meluas kini bermekaran di musim semi ini? Awal musim yang indah ditemani dengan rotasi pusaran kincir angin. Membawa kedamaian dan ketenangan di alam sini. Aku berbahagia disana, tetapi tidak sebahagianya jika ada engkau disini. Aku, bunga, dan kincir angin menantikanmu akan datang ke sini membawa kabar gembira berupa sapaan dan kasih sayang. Mereka hanya terdiam semata menunggumu di sini. Kata-kata yang sulit terucap bagi mereka. Kata-kata asing mungkin akan datang kepadaku. Kata-kata yang berupa keburukan. Menakutkan. Pingsan.
Berlama-lama menunggumu. Setelah kian lama hamparan bunga itu telah bermekaran, berubah terhadap musim. Musim seperti membawa kematian, gugur dibawa angin. Gugur melampiaskan daun-daun muda. Gugur seperti kering, kemarau. Lalu, kering menjadi mati suram, ditambah latar belakang bewarna merah darah. Takut sendiri disini. Tak lagi bersama kincir angin, bunga, dan hujan. Tak ada lagi kebahagiaan. Mungkinkah ini musibah darimu? Membawa kejutan yang membuat hati ini ikut tergerak untuk menangis dengan air mata kotor tidak terserap daun kering tadi, ia tak mau menerima air mataku, sakit rasanya dan lebih sakit bila tanpamu bagaikan ia mengering menantikan pohon akan datang menyapanya setahun kemudian. Seperti dia, aku menunggumu.
Kenangan masa lalu, tanpamu. Sendiri. Sepi. Bangku di taman itu kini telah kosong, ditempati makhluk transparan, dilindas oleh sangkar orang-orang. Bersemanyam disitu dan tak mengerti akan perasaan kita. Aku pergi sekarang. Tapi, bukan berarti marah dan kesal, hanya berupa senyuman kecut yang mungkin kau tak terima. Aku mengharapkan waktu akan berputar mundur kembali ke masa lalu walaupun aku tidak membawa jam tangan. Lalu aku berusaha untuk mengubah takdir kelam itu menjadi sinar keceriaan, melewati tiap gerbang waktu yang sulit untuk dibuka dengan tangan kosong.