Pohon Besar Itu

#nowplaying: Yanagi Nagi x Maeda Jun - "Owari no Sekai Kara"


Cerpen ini diikutsertakan dalam lomba mading di Bontang, Kal-Tim, Indonesia. Semoga juara ya! :)

Cerpen ini juga untuk memperingati 'Hari Bumi' yang dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013. Maaf, nih karena telat selesai nulis habisnya ditunda-tunda mulu. Hahaha~

Simak dan baca ya! Semoga suka sama cerpennya! Jika ada kosa-kata yang kurang baik, penulisan kalimat yang kurang tepat, kurang kata, dan lainnya mohon dimaklumi secara ikhlas. :)

Nunngu bapak datang dan besok untuk segera di print di kerjaannya. Karena kalo nge-print di warnet harus bayar. :)

............................................................................................................

Pic. from [here]
Waktu itu, dalam kegelapan. Aku tertidur pulas di dalam kegelpan. Mataku tertutup tidak dapat terbuka. Kedua tanganku memegang dadaku seakan aku kedinginan di dalamnya. Aku tak dapat bergerak bebas di dalamnya. Aku hanya terdiam seperti batu dan kaku seperti kayu. Di situ, sangat sesak. Aku hanya dapat diberimakan olehnya saat perutku keroncongan bergetar-getar tak menentu. Suara sunyi dan hening merasukiku. Suara benturan kecil dan memantul kembali seperti semula, dinidng itu ternyata empuk tapi sempit, terasa tak enak disini. Segala perasaan tak enak ini memang ku rasakan, senyuman nyamanku seolah menghapus kesesakan ini, ternyata itu hanya tipu dayaku. Aku sekarang berusaha menahan kesesakan ini dengan senyuman indah yang tak dapat seseorang melihatku di sini. Kau tahu aku sekarang dimana? Mungkin di dalam pikiranmu aku di dalam rumah yang berukuran beberapa meter saja? Mungkin di dalam pikiranmu aku berada di ruang hampa yang sesak? Semua yang kau pikirkan itu salah. Yap, aku sekarang berada di dalam rahim ibuku yang siap mengeluarkan aku. Dunia pertamaku yang telah aku tempati sekarang. Dunia yang sangat berbeda dari dunia lainnya. Allah mengaturnya.

Sekarang saatnya ibuku mengeluarkan suara keras tuk mengeluarkan bayinya yang ia sayangi. Aku hanya bisa tediam berharap aku bisa keluar bebas dari ketidaknyamanan ini di dalam rahim ibuku. Aku merasa muak, aku merasa jengkel, dan aku merasa muak dengan dunia yang sekarang ku tapaki ini. Ayo, ma! Kau harus mengeluarkanku sekarang! Bagaimana aku menolongmu? Aku tak bisa melakukan apa-apa yang aku bisa. Maaf, bu.

______

Hari itu malam. Aku dilahirkan selamat, terimah kasi ibu, nafas ibuku yang ngos-ngosan itu memberikan pernyataan buatku, betapa besarnya ibuku melahirkanku dengan sekuat tenaga. Ia berkeringat bercucuran, melampiaskan keringat, dan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya lalu terbawa oleh angin malam yang dingin itu. Mataku menutup tuk menghindari sinar lampu itu yang bersinar menerangi diantara kita berdua. Disaat aku melahirkan itu, aku waktu itu di dalam kegelapan terus-menerus. Oleh karena itu, aku sangat sensitif dan tak dapat menyesuaikan mataku ini dengan sinar lampu itu yang baru kali pertamanya aku merasakan pancaran hangat dan terangnya lampu itu. 

“Oh chu ... chu ... chu ... Jangan nangis nak, kau sekarang bersamaku. Diantara rumah yang kecil ini hanya kita seorang diri menetap di sini. Kita harus terus bersama ya! Kita tak boleh berpisah di area kegelapan ini. Di sisi tengah lah kau akan aman, yaitu di dalam rumah ini. Eratlah tanganmu kepada tanganku. Bergandeng bersama menghias ceria diantara kita berdua. Kita akan selalu bersama. Selalu ...” 

Aku tak dapat mendengar lebih jelas kata ibuku. Selalu aku terdiam dengan mataku yang tertutup, aku harus melakukan apa di dunia ini?

______

Jam kan terus berdetak tak berhenti dan bulan berotasi tak akan hentinya dengan membutuhkan waktu 24 jam. Aku sekarang sudah besar. Mengisi nutrisi dalam tubuh hingga bertambah besar. Seluruh anggota tubuhku bisa bergerak secara bebas. Organ tubuh dan sistem organku sudah bekerja dengan baik. Aku sudah bebas. Aku sudah menapaki dunia yang penuh keindahan alam ini. Dunia yang kurasa ini adalah dunia yang indah dengan berbagai warna yang berbeda-beda. Yap, dunia ini bewarna, dunia yang meninggalkan warna buramnya untuk berganti ke juta-an warna. Udara menghembus syahdu membuatku bisa bernafas ditambah lagi aku berada di lantaran hutan tropis dengan jalan setapak yang sempit. Beribu pohon rindang melindungiku dari sinar mentari yang terik. Mereka bagaikan payung bagiku disaat segala sesuatu yang menghalangiku untuk terus melangkah maju. Terima kasih! 

Naluriku melonjak naik, aku berlari-lari mengelilingi hutan ini, meninggalkan jejak di cetakan pasir pada jalanan setapak ini. Aku ingin mencari tempat di bawah pohon besar. Aku ingin duduk tertidur pulas di situ dan bermimpi indah. Aku ingin menghirup udara sedalam-dalamnya di bawah pohon besar itu. Semua harapan itu terungkap, aku sekarang menemukannya. Tempat yang aku inginkan. Mereka seperti mengajakku dan berbisik kepadaku untuk duduk bersantai di sana. Hah! Aku terkena ilusi mereka. Aku menggelengkan kepala sambil menutup mata dengan kuat tuk menghilannya. 

Tertidur ...

Burung berkicau, mereka terbang menghias angkasa mengengilingi langit tak ada batasnya. Mereka telah membangunkanku. Ku buka mataku, tiba-tiba sinar mentari menghalangi pandanganku. Aku hanya bisa menutupi mataku dengan selengan tangan kanan. Di atas itu, tampak bolongan dari daun yang tidak menutupi daerah tersebut, membuat sinar matahari menembus pupil mataku melewati perantara lubang kecil itu. 

Pikiran tiba-tiba terlintas di pikiranku. Ia berhenti sejenak di situ. Lalu pergi melewati otakku ini. 

“Ibu? ... Ibu ... Ibu!~” Aku berteriak kaget saat mengingat ibuku. Aku mengingat kembali sebelum aku tertidur. Aku bersenang-senang mengelilingi hutan ini melewati jalan setapak. Lalu, dipiranku muncul keinginan untuk mencari pohon besar yang ku impikan dan harapan itu terlaksana. Aku berbaring di bawah pohon menikmati kesejukan hembusan angit bertiup setia melewatiku dan meninggalkan kedinginan di kulitku. Yap, saking nyamannya aku tertidur. Ending, aku melupakan ibuku yang sedang berada di rumah itu. Kenapa aku berada di sini dalam kelenyapan para pohon yang mengajakku dan berbisik kepadaku untuk berbaring di bawah sana? Apakah tadi itu ilusi? Setelahnya, aku mengalihkan pikiranku dan aku melakukan bisikkan mereka? Aku sedang dalam kebingungan. Kebingungan ini sudah mencapai titik kulminasinya, aku panik melebihi panik dari yang lainnya. Panik, pasrah, putus asa, dan sedih ini bercampur aduk. Siapa yang mengaduknya? Otak ini sudah dicampur aduk oleh partikel asing yang merajalelaku dan membuatku semakin pusing. Aku lari kesana-kemari. Mencari jejakku yang sudah ku tapaki sebelumnya di jalan setapak ini. Hah!? Kenapa rumah ibu tidak ada? Aku semakin kebingungan, aku terus mencari jejak-jejak ibu. Tetapi, hasilnya tetap nihil. Semuanya tidak ada di sini. Sekarang, hanya belantara hutan yang tak ada tanda-tanda kehidupan. Aku semakin panik. Aku harus kemana? Aku sekarang berjalan tak ada tujuan tak karuan.
“Ibuuuuuu~!!!”“Uuuuu~!!!” Hah!, aku terbangun dalam tidurku. Hanya mimpi. Aku mengalami mimpi buruk yang sangat buruk. Aku kehilangan ibuku di sana, apakah itu benar? Lalu, aku mencubit pipiku sekeras-sekerasnya. “Aduh duh duh duh, ternyata ini bukan mimpi.” Jawabku dalam hati. 

Aku bangkit dari tidur dan keluar kamar, melihat kehadiran orang tua kakak dan adik dengan senyuman menggodaku tuk mengajukan pertanyaan seperti ini: “Bagaimana hari ini?” Yang jelas senyuman mereka itu tak akan tembus melewati hatiku. Aku memandang ibuku dengan perasaan heran, sejenak berpikir dari wajahnya dengan dibandingkan dalam mimpi tadi. Apakah ini ibuku? Wajah dalam mimpi hampir mirip. Ternyata betul.

Spontan, aku langsung lari dan berlari. Menginjak tiap anak tangga sedang membantuku dalam mencari jejak untuk turun kebawah, mereka seperti memberi petunjuk tuk pergi ke tempat itu. Yap, itu, pohon besar itu. Tentang itu tidak usah di bahas sekarang. Kita balik lagi ke cerita. Aku berlari menuruni tannga dan terus berlari tak henti. Aku seperti berlari tak menentu arah, tidak ada arah panah seperti GPS yang sedang membantuku. Aku seperti dikendalikan oleh seseorang dan tak merasakan apapun itu. Aku hanya berlari terus menatap kedepan dan kedepan terus. Biarpun saat itu aku sampai di persimpangan empat, aku tetap mengambil jalan lurus. Apapun itu aku tak memperdulikan pemikiran, pemutusan yang tepat, dan bahaya apa yang akan melandaku. Semua itu aku sudah siap dalam menghadapinya. Menatap kedepan dengan sinar yang menyilaukan tiba-tiba menyerangku dengan bertolak belakang. Berhadapan dengan kontak mata yang nyaris mataku mau buta. 

Bintang itu ... Bintang itu ada di sana! Bintang yang sedang menungguku tuk mencapai kesuksesan. Bintang yang kudambakan sekarang ada di dekatku. Pancaran sinar menyilaukan menyerangku, membawaku dan menarikku tuk melihat masa depan sekarang. Ia bagaikan gerbang menuju masa depan melewati pecahan ruang dan waktu ... 

“POHON!” Aku meraihkan tanganku kepada sang surya. 

Sesaat kemudian, aku sampai di ujung sana. Ujung yang memperlihatkan masa depan yang sangat berbeda tempat, waktu, dan suasana. Masa dengan itu dipikat dengan latar yang berbeda dengan masa laluku. 

Latar itu sudah disatukan menjadi satu. Latar tempat yap, kau dapat memikirkannya dan berpendapat bahwa aku sekarang berada di ladang hijau itu. Tetapi, kau salah sedikit, bahwa sekarang aku berada di ladang tandus bewarna kuning di hamparan tanah ini. Yang semula ladang rumput dan sekumpulan pohon rindang bersih itu menjadi ladang tandus menguning seperti mereka yang melayu secara perlahan. Latar waktu yap, sekarang waktu siang memanas. Latar suasana yap, suasana sedih menyeramkan ada di hutan ini sekarang bercampur aduk. Mereka seperti menampakkan rasa sedih dan seperti kekurangan bahan makanan seperti air, tanah, dan mineral dalam tanah, serta cahaya matahari. Aku terkejut setengah mati, bahwa pohon besar itu tidak ada! Mata ku belok dan hampir saja keluar serta mulutku yang menganga besar tak menentu. Hal ini sudah membuatku kecewa. Tatapanku sekarang menjadi menyerampan kepada dewan hutan. Dewa hutan, mengapa engkau tiada di hutan ini. Engkau sangat berguna bagi kita, janganlah kau tinggalkan kami begitu saja tanpa jejak di hamparan hutan yang diinjak-injak ini. Apakah kau merasa putus asa karena manusia di dunia ini selalu menghancurkan derajat dan martabatmu? Apakah kau merasa lelah dan capai, jika sekumpulan hutan dan hijaunya berkunjung ke rumahmu untuk meminta bantuan dan memohon kepadamu untuk mengatasi masalah ini? Ayolah, rasakan akan hal itu, bertawakallah kepada Tuhanmu atas segala urusanmu itu! Apakah Tuhanmu tidak menjawabnya?! Pikirku dengan keras. 

Saat ini, aku hanya melihat kehampaan hutan kini berubah menjadi abu yang tak berguna di tatapan sedihku ini. Sekarang, warna buram ini sudah tidak berguna bagiku. Aku hanya menatap dengan penuh kesedihan yang terisak-isak kepada mereka. Pohon sebagai tempat tidur dan tempat teduhku kini tiada meninggalkanku tanpa pamrih. Pohon yang selalu ku dambakan kini berubah menjadi kehirauan. Hutan ini yang menjadi tempat kelahiranku dan tempat tinggal antara aku dan ibuku, kini hanya kenangan palsu yang dibiarkan begitu saja. Kenapa ibu tidak memberitahukannya kepadaku!? 

Hutan ini bagaikan sapuan sayap angin senja yang bertiup kencang dapat melenyapkan sekumpulan flora dan fauna di sini. Apakah angin itu disebut sebagai angin topan? 

Di ujung pandang sana. Aku baru teringat bahwa pohon besar itu ada di sana. Aku baru mengetahuinya, bahwa di akarnya pohon besar itu terdapat sekumpulan bunga ‘Clover’ atau bunga ‘Semanggi’ yang terhampar di bawahnya pohon besar itu. Ternyata, kau tahu? Mungkin di anime Jepang, sebuah karakter yang ada di dalamnya berceritakan tentang perjalanan kisahnya. Aku juga tidak terlalu mengerti untuk membahasnya sekarang. Mungkin, ada juga di dalam kisahnya, mereka harus menemukan bunga Clover berjumlah empat helai dalam satu kelopak bunga, tujuan itu agar permohonan dan perminta’an kita akan dikabulkan oleh sang bunga Clover . Kebanyakan, di hamparan bunga Clover, hanya terdapat tiga helai daun saja pada setiap satu bunga itu. Yup, aku harus mencarinya dengan sekuat ketelitian dan kekuatanku untuk mencari bunga Clover berjumlah empat helai daun tuk mengembalikan ladang hijau ini dan pohon besar itu besarna isinya (flora dan fauna) ini. 

Untuk memperingati hari Bumi. Wahai para manusia yang berjiwa suci kepada para makhluk hidup, kalian berbuatlah kebaikan kepada mereka dengan menanam pohon dan lainnya untuk menghijaukan kembali hutan ini. Sekarang, mereka bermigrasi mencari tempat yang hijau di ujung kutub sana. Tolong, para umat manusia sedunia, bantulah aku bersama menemukan bunga Clover berhelai empat daun itu tuk mengabulkan permohonan dan permintaanku ini yang terletak di hamparan bunga Clover yang tersisa. Mereka adalah harapan terakhir kita untuk menghijaukan hutan ini dan pohon besar yang ku sayangi itu. Sesungguhnya, perilaku semacam ini adalah perilaku yang sangat mulia, karena kalian telah menolong para makhluk hidup yang sama seperti kalian. Buatlah mereka tersenyum kembali dan melenyapkan rasa sedih yang selama ini mereka sembunyikan kepada kita, padahal kalian telah mengetahuinya dari para tangan manusia yang jahat itu. Percayalah, bahwa mereka akan menolong kita juga jika kita menghadapi kesusahan. Apapun itu. Percayalah ...

______

Pohon Besar Itu ... dia memberikanku sebuah kehidupan, dimana kau membuatku menjadi hidup ... Aku tak mengapa jika kau pergi meninggalkanku ... Kenangan masa lalu itu tidak akan memudar jika diantara kita pantang menyerah ... Kau dan aku, di dalam mimpi, bersama ... Suatu saat di suatu tempat, kita pasti akan bertemu diantara takdir yang sejalan ... Itu akan terjadi ...

“No matter how your heart is grieving, if you keep on believing, the dreams that you wish will come true.”
:) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) 

Sejuta senyuman dari mereka telah diberikan kepada kita. Thank You! :)
STOP! Pada tangan jahil para penebang hutan secara berlebihan ..!

Dapat tertawa bersamamu adalah sebuah kebahagiaan..
itulah yang telah kamu katakan padaku..

Sejak kecil aku sudah tahu segalanya tentangmu..
Untuk mencocokkan ketertarikan dan idealismu..
Namun tiba-tiba kamu mengatakan padaku..
Bahwa kamu menyukai gadis cantik yang lebih tua darimu..

Mengetahui hal itu, aku tak dapat menyainginya..
Maka aku menggunakan kekuatanku untuk kembali ke masa lalu..
Untuk bertemu denganmu lagi, untuk mencintaimu sekali lagi..

Aku melihatmu menangis..
Karena aku tiba-tiba menghilang..
Aku harus segera kembali..
Namun kekuatan ini hanya satu jalur
Dan tak mungkin untuk kembali ke masa depan..

Aku ingin mengatakan bahwa aku datang dari dunia yang sangat jauh..
Namun di suatu tempat di dalam tubuhku untuk mengatakan tidak..

Kamu yang terlihat seperti diriku yang dewasa..
Bertanya “Aku mencari seseorang sepertimu, apakah kamu tahu sesuatu?”

Kamu tercabik-cabik mencariku di hari itu..
Mencoba untuk menghubungkan kita, aku membuat kita terpisah..
“Hentikan itu. Aku masih di sini. Kamu tak harus pergi ke mana pun”

Musim semi datang kembali dan kamu memutuskan ‘tuk pergi..
Kamu berkata “Jika aku adalah dia, mungkin itu akan lebih baik”..

Mencintai itu berlebihan..
Entah kenapa, Aku teringat akan hal itu..
Aku menggenggam tanganmu dengan seluruh kekuatanku..

Aku tercabik-cabik dan segera memberitahukanmu kebenaran..
Dunia ini terpisah, menarikku ke dalam ruang waktu..
Dengan mataku yang terbuka, dunia hanya terselimuti oleh warna abu-abu..

Di tanganku terdapat foto yang lama..
Akan ada waktu dimana dunia akan tercelup dalam warna ini..
Di sana, kamu tersenyum tak berdosa..
Dan di sana, aku mulai mencari senyummu..

Mungkinkah itu ada, waktu dimana aku bisa tersenyum lagi di dunia ini?
Meninggalkan fotomu, aku pun pergi.. [Sumber]

Aku pun tersenyum di sudut kehancuran ini ...

Selamat memperingati hari Bumi! :)

0 Komentar:

Posting Komentar