Lope-Lope di Udara

Ternyata, judul di atas temasuk lagu Viola On 7 di film sinetron Putih Abu-Abu. Saya malah belum sama sekali mengetahuinya, habisnya temanku terus bilang kata-kata itu di dalam kelas. Jadinya, saya mendapatkan ide untuk membuat cerpen. Saya sih nggak suka sinetron, saya paling benci. Setiap harinya adikku nonton sinetron terus, yang marah kakaknya minta ganti chanel. Tetap aja nggak mau. Biarin lah, nanti jadi tambah masalah!
............................................................................................................

"Ayo-ayo, bentar lagi sampai!" Aku berseru kepadanya.
"Aduh, capek. Tunggu bentar yah!" Sahutnya.

Aku menunggu dia berlama-lama di atas bukit, sambil mengulurkan tangan. Ia masih mendaki bukit yang sedikit menjulang tinggi. Menurutku, dia hampir sampai di puncaknya, sedangkan aku sudah sampai ke puncak runcingnya bukit. Kami tidak membawa apa-apa, yang kami bawa hanya berupa tenaga dan perasaan senang di sini. Kita seperti pendaki bukit yang akan memenangkan lomba. Kita seperti mengikuti kegiatan pramuka yang ditugaskan untuk menjelajahi hutan ini. Mungkin setiap tahunnya, ya? Kami hanya sebatas bersenang-senang. Rumah kami agak berjauhan dari bukit ini. Dan rumah yang saling berpisahan. Udara segar di pagi hari serta embun yang lembut membuat tenagaku dan dia semakin membara. Akhirnya, dia sampai dan menggapai tanganku.

"Ayo, gitu dong kuat!"
"Ah~!"
"Sini, tanganmu!"
"Oke!"
"Yap, kita sudah sampai. Gimana, masih kuat gak untuk sampai ke pohon besar itu? Kita nanti berbaring di bawah pohon itu yang rindang dan memandang langit dengan senyuman."
"Oh, ya. Menurutmu itu menyenangkan?"
"Iya, ini adalah bagian kesukaanku. Mereka memberikanku ketenangan pada emosi ini dan lenyap di pikiran dan hati." Aku menjelaskan.
"Oh, begitu."

Dan kami berjalan sambil bercakap-cakapan ...
............................................................................................................

"Hah, capeknya."
"Iyah. Eh, aku bawa minum. Mau minum kah?" Tanya dia kepadaku. Ternyata dia bawa bekal juga.
"Nggak usah repot-repot. Kita menghirup udara segar ini saya yang bertiup kencang. Hembusan ini aja membuatku segar dan dahaga."
"Hah! Itu benar?" 
"Iyalah, kalo kamu merasakanya dan menikmati alam ini pasti bisa!"
"Ih, aneh aja!"
"Lho, kamu nggak pernah ngerasa?"
"Orang aja aku jarang keluar rumah. Paling yang dihirup udara dari AC. Dingin lagi."
"Hahahaha~ Itu sih nggak sebanding sama udara alam. Malahan angin dari alam lebih alami, ditambah lagi sama pohon ini."
"Iyayah. Enak juga."
"Tuh, kan? ngerasa juga."
"Iya. Hahaha ..."

Kita berdua berbaring di bawah pohon yang lebat dengan daunnya yang sedikit lebar. Daun yang lebar itu membuat sinar matahari yang akan menembus bolongan di antara sela-sela daun menjadi tidak terlihat. Di sini, di atas bukit, menjulang tinggi seperti di dataran tinggi yang sejuk dan dingin ditambah lagi angin yang berhembus ke arah Utara dengan cepat. Bukit yang berbentuk geometry kerucut membuat kita tampak merasa seperti belajar matematika ya! Aku susah dalam belajar Matematika. Coba aku tanyakan ke dia.

"Btw, kamu suka pelajaran Matematika kah?"
"Nggak suka, agak susah! Berpikir keras untuk mencari hasilnya."
"Menurutku, mudah aja kok, kayak main teka-teki gitu."
"Teka-teki apanya? Itu susah!" Dia marah.
"Teka-teki seperti puzzle, harus menemukan pasangannya dengan puzzle yang lainnya."
"Kalo dipikir-pikir, ia juga. Harus menjelajahi rumus dan hitungan supaya bisa ketemu jawabannya. Lalu dipasang dan menyatu seperti puzzle."
"Iya, kalo aku sih mudah! Entil" Bohongin diri sendiri.
"Hahaha~ Aku lihat aja kamu sering nyontek."
"Ya, ketahuan."
"Iyalah ketahuan, ngapain kamu bo'ongin diri sendiri? Palingan bisa tambahan sama pengurangan."
"Heh! Aku bisa pembagian sama perkalian kok!."
"Oh, terus aku harus bilang wow gitu?!" SWT gitu dia.
"Ah, lebay biasa aja." 
"Suka-sukaku dong~" 
"Huh!" Dia mengalihkan pandangan ke samping. Dan terjadilah tatapan muka yang bertolak belakang saling membelokkan mata.

Sunyi ...

Kami berdua memandang sesama wajah dengan raut, perasaan, dan rasa yang sama. Di saat seperti ini hanya berdiam diri saja dan salah satu jalan untuk keluar adalah dengan menaruh muka secara bersamaan. Yap, kami berdua telah melakukannya. Kami berdua tersipu dan seperti grogi untuk melakukan sesuatu. Mata ini tertuju terus pada langit biru tanpa membelokkan mata sedikit pun. Dalam keadaan sunyi ini, aku pun mengalihkan pandangan. Membuka topik baru untuk menghapus suasana tegang ini. Keadaan pun mulai tenang.

"Ehm, lihat deh, Langit itu penuh dengan kapas terbang." Aku mengalihkan suasana.
"Heh, kapas terbang? Maksudnya?" Dia bingung.
"Coba pikir, awan itu seperti kapas terbang yang mulai terisi penuh oleh debitnya air yang mengisi ruang di dalamnya. Saat terisi penuh, mereka mulai mengembang dan dapat melayang serta terbang tanpa sayap, disaat waktunya sudah tiba, mereka mengempis dan menjadi kering, lalu turun ke tanah tanpa membawa apa-apa. Kembali lagi ke pelajaran Matematika, Dia seperti bangun ruang yang setiap kubiknya berpangkat tiga. Tetapi, mereka tidak berbentuk geometry, mungkin bisa disebut sebagai bangun ruang sembarang. Kayak trapesium." Jelasku.
"Oh, Mereka seperti manusia ya, yang selalu memerlukan energi untuk mengisi perutnya yang kosong lalu mengempis disaat mereka menguras tenaganya sendiri sesudah bekerja, kemudian menusia memerlukannya lagi. Tiada henti."
"Eh? begitu? Aku sampai lupa." 
"Hahaha~" Kali ini, dia tertawa. Membalas tawaanku sebelumnya.

Tiba-tiba, suara di atas sana terdengar keras. Suara itu seperti mesin yang didorong angin, ternyata benar ...

"Hey, lihat! Sebuah pesawat telah melaju dengan cepat!" Aku teriak agak keras.
"Yey, pesawat terbang!"
"Kamu suka ya sama dia?"
"Iya, mereka selalu terbang ke tujuan. Aku ingin menaiki mereka ke suatu tempat."
"Di mana?"
"Kau tidak perlu mengetahuinya."
"Ken ..." 
"Lupakan!" Dia menyodorkan kalimat itu secepatnya dan telunjuknya ia sodorkan ke mulutku seperti sedang menyembunyikan rahasia, sebelum aku mengucapkan kata 'Kenapa?'

Aku mengalihkan topik. Pembicaraan ini kan terus berlanjut tanpa ada yang meghalangi arus bagai air yang mengalir dengan deras, menabrak batu-batu karang yang menghalanginya. Setiap kata-kata itu akan tertuang dalam pikiran dan menyimpannya di dalam memory.

"Hmmh ... Kamu suka lagu-laguJKT48 kan?"
"Yap, lagu-lagunya ceria semua. Sebagian besar, arti lagunya nggak ada yang sedih-sedih atau 'Galau'" 
"Yap, aku nggak suka lagu galau, makin lama bikin aku tambah nangis."
"Yap, laki-laki nggak boleh nangis." Dia menasihati.
"Hahaha ..."
"Kamu tahu? Salah satu lagu JKT48 yang berjudul 'Hikoukigumo (Jejak Awan Pesawat)'? Ada bagian reff-nya yang berbunyi ... Jejak Awan Pesawat, yang sembunyikan air mata ... Tadi kan barusan ada pesawat yang lewat tuh. Sebelumnya, kita melihat langit penuh dengan awan, barusan kita membicarakannya kan?"
"Ya. Ku berharap, awan itu kan terus membendung air matanya sampai kita sampai di rumah."
"Ya. Lalu, setelah pesawat terbang menghilang dari penglihatan kita." 
"Lalu, member yang kamu suka siapa?"
"Ada deh. Kamu?"
"Rahasia."
"Huh!" Aku cemberut.
"Hahaha ..." Kali ini ia membalas tawaanku yang kedua kalinya.

Aku melihat ke atas lagi dan ...

"Lihat, apa itu?!" 
"Burung."

Aku dan dia terkejut, melihat para burung itu membuat sebuah bentuk yang membuat kita tersenyum kecut.

"Lho Sekelompok burung itu membuat bentuk Love yang indah?." Aku mengulurkan telunjuk jari tanganku untuk menempati sasaran yang dituju.
"Hah! Hehehe~ Berarti setelah pesawat menghilang, mereka ada di belakangnya."
"Tapi, bentuk love itu masuk ke geometry kah?" Tanyanya.
"Hmmmh ... Nggak tahu ah."
"Terus, love itu kamu suka, kan?"
"Ya. Love, eh bentar dulu, mungkinkah mereka membuat simbol itu untuk kita berdua?"
"Hah! dan itu pertanda bahwa kita dari tadi deket-deket terus."

Kami pun terkejut dan mendorongkan leher ini ke belakang.

"Hihihihihi~" Dan kami berdua seraya tertawa manis. Tertawa seperti kuntilanak.
Pengalaman ini sangat mengisi waktu bosanku. Kau dan aku membawa oleh-oleh berupa senyuman untuk tempat tinggal kita masing-masing. Kapan ya, moment ini akan terulang lagi? Dan aku menambahkannya dengan lagu Hikoukigumo - JKT48, moga-moga kau menyetelnya di kamar yang sunyi dan berantakan itu. Mengirimkan sinyal lewat suara itu kepadamu dan aku, tanda bahwa kau mengabulkan pemohonanku. Lewat jendela, kita berbahagia ... Terima kasih.

Kau mau merasakannya lagi apapun itu di puncak geometry yang disebut sebagai kerucut? ...
Pic. from [here]

0 Komentar:

Posting Komentar