Cat In The Rain

Sudah lama aku melihatnya di tengah jalan saat aku berjalan kaki melewatinya dari jauh. Dia berjalan tak menentu arah, hanya berdiri dan berdiam diri di sana. Sepertinya dia kebingungan? Mungkinkah dia punya tempat tinggal? Dan pemiliknya mana? Tega sekali pemiliknya, membuang anak kucing yang mungil dan manis ini begitu saja. Apa kau tidak peduli kasih? 

Aku merindukannya untuk di bawa pulang ke rumahku. Rasanya tega dibiarkan begitu saja di tengah-tengah jalan. Setiap harinya selalu lewat para pengendara beroda tiga dan empat yang melewatinya tanpa disadari dengan kecepatan yang melebihi si kucing ini. Ia selalu kedinginan disaat hujan deras. Menjilat sekitar tubuhnya dan tidur dengan bulu yang mekar dan basah di kursi halte dekat sana. Ia seperti polisi yang bertugas sebagai pengawas jalan di sekitar sini lalu tidur di tempatnya siskamling. Aku menyayanginya, begitu kasihannya aku kepadanya. Tapi, aku dilarang membawanya ke rumah, hal ini dilarang olehku. Selalu ku katakan pada ayahku dengan berbagai alasan untuk dibawa pulang kucing ini, tetap saja nihil.

"Ayah, bolehkah kucing di sana aku bawa pulang sekali lagi?"
"Kau tidak boleh membawanya pulang! Dia membuat rumah kita menjadi kotor."
"Tapi, yah ..."
"Tidak ada tapi-tapian! Kamu harus melupakannya."
"Hah. Baiklah~" Aku putus asa dengan menuntukkan kepalaku pada ayahku. Ayahku cukup galak dengan kucing, dia benci kucing. Sudah banyak kucing yang dikandang di sel sana (dapur luar), tapi sebagian kucing atau bahkan semuanya selalu memberontak keluar melewati sela-sela seng yang tidak tertutup rapat. Ditambah lagi makanan kucing yang bisa memborosi uang sebagai kebutuhan hidup sekeluarga. Memberi makan para kucing dua kali sehari. 
"Mak, bolehkah aku bawa pulang kucing itu?"
"Tidak boleh nak, ibu menuruti perintah ayahmu saja. Kau harus sabar ya!"
"Ya. Tapi kucing itu selalu sendiri."
"Biarkan, lagian orang lain yang peduli sama binatang pasti akan membawa kucing itu pulang ke rumahnya."
"Oh~"

Sampai di kamar pun aku masih memikirkannya lewat kaca jendela kamar. Di situ, aku melihat dia sedang basah kuyup sambil mengaung-ngaung minta pertolongan. Raut mukaku sedih melihatnya. Dibiarkan begitu saja dalam keadaan cuaca tak mendukung untuk kucing itu. Aku tidak mau berdiam diri saja melihat dia tanpa arti. Aku harus menolongnya dengan penuh arti baginya.

Aku diam-diam sambil bersembunyi lewat dapur belakang, di sana aku bisa keluar rumah melewati pintu dapur sana. Dengan kaki ku gerakkan secara perlahan-lahan tuk menghindari suara gesekan pada lantai serta mulut ku kunci tuk menghindari suara kecil yang membuat orang tuaku mencari suara misterius itu. Aku terus melihat ke depan, melihat ke belakang berarti mundur, harus terus maju!

Sampai ...

Kau tidak sendirian lagi anak kucing, kau ada disampingku sekarang. Menurutmu, apakah aku orang yang berarti bagimu? Menolongmu dengan penuh kasih sayang, sampai kau masih mengaung-ngaung saat aku membawamu pulang ke rumah. Kuanggap, suara itu kau berkata "Terima Kasih" padaku. Sssstt ... Jangan bersuara, orang tuaku akan mencari jejak suara ini. 

Lalu, bagaimana aku menyembunyikan kucing ini agar tidak terlihat orang tuaku? Jadi, aku harus menyimpannya di kamarku yang agak besar ini ...
Stand in the Rain, stand your ground.
Stand up when it's all crashing down
Just stand through the pain, you won't drown
And one day what's lost can be found
Just Stand through the Rain...


--ILL SEEK YOU OUT

Pic. from [here]

0 Komentar:

Posting Komentar