Berdebar Debar

gambar dari [sini]
Malam itu, bintang tampak bersinar di langit. Memancarkan cahayanya. Sudah lama ia menetap di sana sepanjang malam. Siap untuk tertidur lagi saat waktunya telah tiba. Ya, saat ini dia cuman bisa berbaring memandanginya sambil merenung, membayangkan aku bisa tidur dengan sendirinya di atas bukit penuh rerumputan ini. Tidak lama kenudian, pikirannya kembali kepada dirinya saat butiran salju kecil melentikkan sedikit, jatuh dipipinya. Ia terheran sedikit saat ia melihat bayangan tidak jelas di sebelah kiri pipinya. Tak lama ia menyadari, bahwa natal sebentar lagi akan tiba sebagai persembahan darinya untuk membawa kado dan menukarkan kepada temannya sebagai permainan yang menyenangkan. Sayangnya, hanya bisa dilakukan sehatun sekali, bulan terakhir lagi.

Butir-butir kecil lainnya mulai menjauhi diantara tubuh mungilnya dan rerumputan disekitarnya. Membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika salju itu lambat-laun akan menyelimuti bangunan-bangunan kotanya yang tua ini. Tak hanya itu, udara sejuk entah jahat kepada dirinya berubah menjadi hawa yang sangat dingin saat dia merasakan dinginnya merambat disekitar bulu kuduknya. Ah, sebentar lagi natal. Katanya dengan panuh rasa tidak sabarannya. Sedari tadi dia tidur terlentang menyapa langit malam tidak ingatnya pada sekotak kado yang hari esok ditukarkan bersama-sama dengan temannya. Ide itu pun muncul dari benaknya. Segera ia bangkit menuruni lereng bukit yang terlalu curam saat ia bangkit melihat ke bawah. Segera lari kembali ke rumahnya dan mengambil sisa jajanannya dari balik lemari yang disimpannya di timbunan lipatan pakaian. Lalu berlari kembali mencari toko yang dianggapnya paling baik sebagai bungkusan hadiah yang khusus sebagai jenisnya yang ditunjukkan dengan temannya yang waktu itu merengek memilih toko yang terbaik. 

"Yang ini aja, bagus kok! Ada diskonnya lagi." Sarannya kepada teman sebelahnya yang celingak-celinguk melihat dan mamilih toko, kembali membandingkan diantaranya dengan bingung. Tak lama ia menyadari, di depannya adalah yang paling terbaik yang disarankan sama teman sebelahnya, saat ia memasuki ke dalam toko tersebut. 
"Wah, bagus juga ya! Aku suka ini." 
"Kan?" Bukan maksud pada toko yang ditunjuk pendapat dari temannya, tapi sebuah mainan kecil bergerak berputar. Itu adalah sebuah mainan kuda-kudaan yang berjejer dan berbaris-baris. Sebelumnya, sedari tadi ia mencari suara kuda-kudaan itu. Seperti suara kerincingan santa clause. Dan itu telah menemukannya dan ingin membelinya.
"Aku mau ini."
"Kamu yakin?" Tatapannya serius.
"Iya." Ia mengangguk dengan antusias. Tapi, dilihatnya harga yang tertempel di bagian bawah mainan itu, sangat berbanding terbalik dengan uang sakunya.
"Tapi, lain kali aja ya? Aku bawa uang cuman ngepas doang. Manalagi aku mau beli yang lain." 
"Hm. Ya udah deh" Ia menangguk dengan ikhlas. Dia tidak mau memperlakukan dirinya sebagai anak mami yang suka ngerengek manja kepada ibunya di depan orang, apalagi bersama temannya ini. Tidak ada lagi cara untuk mengelaknya, hanya menerima apa adanya.

Dari pengalaman ini, dia tidak bisa membeli kado natal untuk hari natal pertamanya sejak teman-teman lain memberitahuinya. Ya, dia ingat juga kedua hal itu. Dan dia berharap hari natal ini akan menjadi keberhasilannya untuk membali hadiah untuk yang kedua kalinya. Ya, semoga.

Tiba-tiba, ia terjatuh menabrak seseorang yang mengenai dadanya, dan terjatuh saat ia tengah melamun memutari pikirannya selama berlari. Dilihatnya sosok yang berdiri di hadapannya, bertubuh kurus dan menjulang tinggi, membuat ia sulit dan tidak berani untuk menatap langsung wajahnya. Perlahan tapi pasti, ia mendongak kepalanya ke atas. Seutas senyuman mengembang di sana, orang asing yang membalasnya dengan kebaikan. Ia terheran.

"Ah, kamu nggak apa-apa, kah?" Sambil mengulurkan tangannya dan membungkuk.
"Eh, ke-kenapa kamu nggak marah?" Dipasangnya sekepal tangan gadis ini di tengah-tengah dadanya. Mencoba untuk bertahan dari kata-kata lelaki itu sesaat kemudian. Memasang raut muka khawatir, takut akan amarah yang ditimbulkan lelaki itu sesaat kemudian. Namun, tidak.
"Memangnya, kenapa aku harus marah?" Ia malah balik bertanya dengan nada lembut dan tenang. Senyumannya belum pudar, masih ada disana.

Ia terkejut, melihat tidak ada rada-rada yang berubah di wajahnya sana. Ia sama terkejutnya saat gadis itu seketika bangkit lalu berlari memunggunginya. Tidak ada sepatah kata pun yang terucap pada gadis itu, saat itu mamanggil namanya, tanpa mengejarnya.

Pe-perasaan apa ini? Kok aku jadi begini? Ada apa? Kenapa aku? Kata-kata itu terus berputar di pikirannya. Tak tahu sebelumnya harus melakukan apa bersama lelaki itu saat berhadapan dengannya. ia hanya bisa menyelamatkan diri dan berlari. Mungkin saja bisa menenangkan hatinya. karena, pada saat itu, seakan waktu telah berhenti di senyumnya itu. Hanya sesaat dengan jeda jangka pendek. Entah mengapa, pada saat itu, hatinya berdebar-debar kencang.

Sesampainya di rumah, ternyata ia melupakan sesuatu yang ingin dibeli sebelumnya. Dan dia menyesal, deh. Melupakan sesuatu yang sangat dinginkannya-Kuda-kudaan itu-saat pikirannya melayang entah kemana saat dia berlari, juga mencoba melupakan senyuman lelaki itu, seolah menghangatkan hatinya, hanya untuk sementara.

"Hangat." Dengan lembut itu berkata. Kata itu tanpa sadar terlontar dari mulutnya saat ia menyeruput segelas cokelat panas itu di dekat api unggun yang membawa kehangatan dan kenyamanan di sisinya, seolah dia yang menemaninya di malam penuh salju ini, yang sedang membanjiri kotanya. Syal yang sejak tadi pagi menutup pergelangan lehernya, seolah lelaki itu sedang memeluknya. Pipinya merona, lalu tersenyum.

Dalam hatinya dia berkata. Btw, siapa ya, namanya? Pertanyaan itu menghantui pikirannya, sekaligus senyumnannya.

Mungkin, suatu saat nanti, ia pasti akan dipertemukan kembali dengan lelaki itu. Ia hanya perlu menunggu, sekaligus menunggu natal tiba di hari esok. Tapi, bagaimana dengan kadonya? Sementara tidak ada waktu lagi untuk kembali ke sana, pasalnya ia malas beranjak lagi dari tempat duduknya saat ini.

Sial!
"Selamat hari natal, teman-teman!"

signature [Bayu] photo Untitled_zps70b3a14f.png

0 Komentar:

Posting Komentar