Love At Spring (1)

Maafkan Aku

Di Café ini, sore hari, kami berhadapan, aku dengan tatapan ke bawah disertai dengan wajah murung dan wajah menghadap ke bawah ingin memohon ampun kepadanya. Dia perempuan kesukaanku. Hanya dia saja yang wajahnya tak menghadap ke bawah, dengan tatapan tajam dengan wajah angkuh menghadapku, mungkin ada yang membuat ia marah atau kesal terhadapku. Dan ternyata, aku mempunyai kesalahan pada-nya, yang membuat ia marah seperti ini. Salahku adalah, aku memiliki banyak pekerjaan sampai sesibuknya, sampai-sampai aku tak mengunjungi atau memberi kabar kepadanya. Secarik kertas dan sebiji amplop yang berisi surat tanda ingat kepadanya atau mengirim lewat SMS dan menelepon pun enggan aku lakukan, karna sibuknya pekerjaan ini, aku terperangkap dalam kesibukan dunia saat ini.

Tiba-tiba saja, dia sedikit-demi-sedikit mengeluarkan air mata dengan sendirinya yang tak bisa ia tahan atau bahkan menghilangkannya, air mata itu mengalir terus tanpa henti dengan perasaan hatinya yang perih, sakit hati, marah pun bercampur aduk yang tak terkira. Dia menangis, mengusap air matanya yang berjatuhan.

Plug.. Plug… Plug ~ 

Bahkan, air mata yang mengalir terus itu ku lihat mengenai bibirnya yang tertutup untuk menahan tangisan yang dahsyat itu, agar semua orang yang berada di sekitar kami di Café ini tidak mendengar suaranya yang mendengung. Untung saja tidak mengenai telinga orang lain, dan kami beruntung, antara orang lain dan kami berdua berjarak jauh, jadi hanya kami berdua saja dengan sepi di sekitar kita, diibaratkan sepasang kekasih yang romantis. Tapi tidak, kami berdua serasa hubungan kami berakhir dengan tangisannya yang menggema, dan ikatan antar tali berdua kami ini putus tanpa ada pisau yang memotongnya. Entahlah, apa yang menyebabkan tali ini putus dengan sendirinya.

“JAHAT, kamu! Teganya kamu memperhatikanku, memberikan kabar saja tidak pernah, bagaimana kamu ini, kamu jahat sama aku, dan cinta kita berakhir sampai di sini saja. Sekarang, Kita PUTUS!” Dengan kata-kata terakhir yang bisa menusuk hatiku itu. Tiba-tiba, dia menamparku begitu saja, tak ada rasa belas kasih, dia benar-benar mengeluarkan amarahnya dengan ganasnya. Sehingga seperti seekor hewan buas yang menerpaku.

Hatiku serasa remuk, diremukkan olehnya. Hatiku terasa perih, perih habis disayat pisau. Hatiku sakit, seperti kakiku yang terbentur oleh jalanan yang bercorak kasar, dan menggores kulit tipisku, sehingga mengeluarkan luka kotor. Luka itulah yang menyebabkan hati dan perasaan diantara kita berdua sekararang terasa luka yang tak akan hilang di ingatan kita selamanya, sampai kita benar-benar melupakan kejadian menyakitkan ini.

Wajahku masih tertunduk lesu. Lalu, dia memutar tubuhnya 180 derajat ke belakang dan berjalan hingga sampai di tempat Halte yang dekat dengan Café ini. Taxi yang berhenti di hadapannya, dan langsung ia naik, dan pergi meniggalkanku. Aku tadi ingin meminta kepadanya untuk pulang bersama aku naik mobilku, emang, dia datang di sini hanya naik taxi. Tapi, malah sebaliknya, aku tak dapat bergerak berlari kepadanya untuk menanyakannya, mulutku tak dapat membuka untuk mengucap kata-kata, hanya diam seperti batu dan tak bersuara yang sedang ku lakukan.

Setelah itu, aku duduk kembali menikmati makanan dan minuman ini, tapi, aku tak bisa menganga untuk memasukkan makanan ke dalam mulutku, karena rasa sakit ini masih menguasai perasaanku hingga tak dapat dibendung. Aku hanya terdiam, menyesali perbuatanku, yang sekarang ini selalu berurusan dengan dunia. Dan dia memintaku untuk ke Cefe ini hanya untuk mengeluarkan amarahnya di sini, dan dia mengirim SMS itu kepadaku, dan aku terkejut, aku baru ingat bahwa aku mempunyai perempuan kesukaanku dan ku jadikan sebagai pacar.

............................................................................................................

Aku masih berada di Cafe ini, ku duduk dengan rasa masih sedih. Lalu, ku menoleh ke samping kanan, air laut bewarna biru, arus berjalan dengan tenang, gelombang menghantam tebing-tebing yang berada di dekatnya, serta suara angin deras yang sepoi-sepoi terngiang di telingaku, dan angin itu menerpaku, seperti berbisik kepada hatiku, dia berkata “Jangan sedih, lupakan hal itu. Suatu saat nanti, pasti engkau berbaikan dengannya.” Itulah bisikan si angin yang terngiang di telingaku, perasaanku seperti itu, kalo diibaratkan sebagai Konseling Cinta. Hahaha...! Semoga saja ada orang yang seperti itu, ku selalu curhat tentang kegalauan ku hari ini kepadanya, dan selalu menasihati aku.

Beberapa saat kemudian, awan putih menggumpal seperti kapas terbang. Yap, aku selalu memikirkan awan seperti kapas terbang, yang jika terisi air akan mengembang, dan begitu juga dengan kapas, dia menyerap air yang semula menjadi ringan, karena ada air menjadi berat. Kedua-duanya mempunyai prinsip sama, yaitu jika diperas, keluarlah air yang banyak, dan benda putih itu menjadi kering. Yap, begitulah, sekarang awan putih menggumpal itu mengeluarkan airnya. Entahlah, siapa yang memerasnya, dan itu kuasa Tuhan, dialah yang mengatur segala alam semesta ini. Keluarlah rintik-rintik air hingga lama-kelamaan menjadi deras, suara rintik-rintik itu terngiang di telingaku juga, dan mataku untuk melihat keadaan sekitar menjadi kabur seperti embun di pagi hari, suhu ini juga sekarang menjadi dingin atau sejuk. Aku tidak membawa jaket, terpaksa mau-tidak-mau harus mengorbankan diri untuk menahan kedingingan yang meyerang tubuhku ini.

Titik air itu yang menjadi deras seraya dengan air mataku yang mengalir, dan aku tak menyadarinya, ku ambil secepatnya tissue yang sudah disiapkan di meja makan itu. Air mata ini terus mengalir, walaupun tetap di serap dengan tissue ini.

............................................................................................................

Ku gerakkan kedua tanganku ini sampai menyentuh kedua-duanya, lalu gesek-gesekkan kedua tangan yang menempel itu secara naik-turun-naik-turun dan seteruslah. Terbentuklah sebuah kehangatan di kedua tanganku ini, segera ku tempelkan ke samping kiri dan kanan pipiku, menjadikan suasana ini menjadi hangat. Hmmmmh... Hangatnya!

“Oh, iya, aku harus segera pulang dan kembali ke rumah!” Sampai-sampai aku lupa, ternyata aku masih berada di Cafe.

Aku langsung ke kasir untuk membayar makanan dan minuman ini. Setelah selesai membayar, aku langsung lari secepat mungkin ke mobil.

Aku sampai di rumah. Masih termenung mengenai hal tadi diantara kita berdua. Aku mencari ide untuk berminta-maaf kepadanya, tapi dengan cara apa agar kita bisa berbaikan? “Oke, sekarang aku sudah ingin berubah, ingin mengulanginya dari awal, dan aku tidak mau terjerat lagi dalam kesibukan ini, aku harus berubah sekarang dengan segala upaya, aku harus mengingat dia.”

............................................................................................................

Oh iya! Aku teringat sesuatu, salah satunya adalah dengan mengirim surat ke dia yang berisi permintaan maaf. Aku segera mengambil secarik kertas dari laci mejaku dengan segala buku-buku favoriteku yang sering aku baca, dan juga ku ambil pulpen tinta hitam yang terletak di halaman-halaman buku terselip di situ. Satu lagi, aku mengambil satu amplop dalam satu pak yang terletak di lemariku. Ku tulis suratnya dengan rapi, dan jadilah sebuah surat permintaan maaf ini kepadamu, aku ingin berubah bukti sebagai tanda kasihku kepadamu lewat surat ini...

Akhirnya selesai. Ku simpan surat itu ke dalam amplop, tapi dengan lipatan kecil agar pada saat masukkannya menjadi muat. Habis itu, ku tulis lagi amplop itu dengan namaku, agar dia mengetahui surat ini dari aku. Aku berharap, semoga dia akan membacanya dengan hati yang tenang.

Surat ini segera ku bawa dengan kendaraan bermotor. Pada malam ini, udara diluar terasa dingin, dengan cahaya bulan yang sedang menampakkan wajahnya di malam hari ini. Aku memakai jaket, dan duduk di pangkuan motor ku, dan lampu motor ku nyalakan agar jalanan terlihat jelas. 

Sampailah di depan rumahnya. Rumah yang mewah, dengan rumput-rumput hijau dan tumbuhan lainnya, menjadikan halaman depan rumah itu terlihat indah. Lalu, ku secepatnya memasukkan surat itu ke dalam kotak surat yang terletak di dekat pagar rumah itu, dengan membaca bismillah.

Bismillahirohmanirohim ~
Semoga surat ini diterima dan dibalas  olehnya ~
Amin ~

Tanpa berpikir surat itu akan secepatnya diterima olehnya, aku langsung menaiki motor ku dan langsung meninggalkan rumah-nya yang mewah itu.

Sorry, my baby :(
Pic. from [here]
Bersambung~

2 Komentar:

Kironase mengatakan...

lanjut dong :D

nyunyuk mengatakan...

Hahaha~ lagi males nih. Kalo bisa saya lanjutin dan masih tersimpan di microsoft. Episodenya udh 4 tapi masih belum maksimal.

Posting Komentar